Headlines News :
Home » » Jalan Pulang Tanah Kelahiran, Nyanyian Rindu Sang TKI

Jalan Pulang Tanah Kelahiran, Nyanyian Rindu Sang TKI

Written By Unknown on Rabu, 22 Oktober 2014 | 23.07

Kuharkati butiran tasbih dengan aksara-aksara cinta dan kasih yang mengalir di surautua Tempat Ibu Bapakku mengajariku bertakbir sehabis kering kuning dibasuh sungai bening di matanya.

Huruf-huruf senja memanggil-manggilku untuk segera bergegas dari ambisi hati nurani meraup rizki dan lekas merampungkan tugas-tugas sang majikan yang miskin cinta kasih. Aku terlampau kesal dan sedih dengan suara sumbang yang menampar-nampar ulu hati.

Sebab aku tahu, suara syahdu yang bersulingdi telingaku kini di tanah para raja adalah suaramu ibu, suara rindu yang menggetarkanjiwa dan raga, bahkan menetaskan mega di tanah ladang tempat bapak menanam nafas dan darah, tempat aku bermain belalang di semak ilalang. Ladang luas yang mengandung nasib dan takdir Tuhan, seluas rezkimu untukku.

Tiba-tiba, sukmaku lepas landas ke alam lain nun jauh dari tempatku berdiri mempertahankan hidup, bersuka-duka mengukir jalannya nasib dan entah langit lapis yang ke berapa aku hilang mengejar sepasang bayang ibu-bapakku, dalam lilitan cahaya yang kian runcing menggiring wirit di jentik jemari menghitung waktu yang silam dan kelam. Sungguh, tak sekelebat aura terang cahaya takdir Ilahi kutepis. Kecualiseluet sinar mata ibu dan bapak di tanah kelahiran yang ditunjukkan sang guru Alif-ba-ta-ku.

Kini, aku merasa ada yang hadir dalam siang dan malam-malamku di pangkuan sang majikan. Dialah rindu yang bukan sekedar hati berhasrat,  tak terbatas sepanjang nafas dalam dada. Rindu sedahsyat kerinduanImam Burda memanggil kekasihnya,sedahsyat denyut nadiku menggetarkan namamu dalam do’a.

Tetapi ibu, aku masih bernyanyi mendengdangkan lagu gamang matahari, meski rumahku rapuh di tengah bisingnyakeangkuhan. Bahkan aku masih bertahan meski tenggorokan sekarat, sebilah bibir pecah luka meretaskan darah. Dan aku alam terus bernanyi seperti burung tetap berkicaudi sarang sutra dalam kawat. Sekedar menarikan kecongkakan hati sambil terbahak menertawakan kekalahan diri yang hanya tinggal purna kecil tanpa arti di mata para dewa harta.


Karya : Istiara Sekar Penggalih


Share this post :
 
Support : Creating Website | LIPUTAN | BMI
Copyright © 2014. Liputan BMI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by BMI-SA
Proudly powered by Blogger