Liputan BMI - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyesalkan banyaknya para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri terjerat permasah hukum terutama tindak pidana ringan (tipiring). Bahkan, Kepala BPN2TKI Gatot Abdullah Masyur menyebut jumlah TKI yang terjerat tipiring mencapai ribuan orang.
"Sebetulnya banyak, kalau tipiring pemalsuan SIM, paspor, ribuan itu tipiring,"kata dia di Serang, Banten seperti ditulis Kamis (24/7/2014).
Dia mengatakan, dengan melanggar peraturan tersebut membuat para TKI merugi. Pelanggaran seperti itu membuatnya langsung dikembalikan ke negara asal, padahal telah mengeluarkan biaya yang cukup banyak.
Selain itu, Gatot juga mengungkapkan masalah yang seringkali menjerat para TKI karena tidak bisa menyesuaikan kondisi sosial dan kebudayaan di tempat mereka yang baru.
"Sebetulnya banyak, terutama Timur Tengah, dikenal benar TKI kita kurang mengetahui kebudayaaan setempat seperti Arab. Sihir, karena sihir tidak punya bukti dituduh terus ngaku," ungkapnya.
Karena tuduhan ini banyak TKI mendapat vonis mati. Namun sering juga mendapat keringanan dengan konversi hukum mati menjadi hukuman penjara.
"Artinya langsung divonis mati, tapi ada yang dikonversi dengan 20 tahun dihukum oleh raja, tapi kan sebetulnya sepele," kata dia.
Oleh karenanya, pihaknya menekankan kepada para TKI menyerap sungguh-sungguh ilmu yang diberikan ketika pelatihan sebelum pemberangkatan. Dengan begitu mereka dapat terhindar dari perbuatan tindakan yang merugikan dirinya sendiri.
"Di Pembekelan Akhir Pemberangkapan (PAP) itu ada masalah hukum dan kebudayaan, bahasa, perjanjian kerja," tukas dia. (Amd/Gdn) (Liputan BMI)
-
-
(Liputan6)
"Sebetulnya banyak, kalau tipiring pemalsuan SIM, paspor, ribuan itu tipiring,"kata dia di Serang, Banten seperti ditulis Kamis (24/7/2014).
Dia mengatakan, dengan melanggar peraturan tersebut membuat para TKI merugi. Pelanggaran seperti itu membuatnya langsung dikembalikan ke negara asal, padahal telah mengeluarkan biaya yang cukup banyak.
Selain itu, Gatot juga mengungkapkan masalah yang seringkali menjerat para TKI karena tidak bisa menyesuaikan kondisi sosial dan kebudayaan di tempat mereka yang baru.
"Sebetulnya banyak, terutama Timur Tengah, dikenal benar TKI kita kurang mengetahui kebudayaaan setempat seperti Arab. Sihir, karena sihir tidak punya bukti dituduh terus ngaku," ungkapnya.
Karena tuduhan ini banyak TKI mendapat vonis mati. Namun sering juga mendapat keringanan dengan konversi hukum mati menjadi hukuman penjara.
"Artinya langsung divonis mati, tapi ada yang dikonversi dengan 20 tahun dihukum oleh raja, tapi kan sebetulnya sepele," kata dia.
Oleh karenanya, pihaknya menekankan kepada para TKI menyerap sungguh-sungguh ilmu yang diberikan ketika pelatihan sebelum pemberangkatan. Dengan begitu mereka dapat terhindar dari perbuatan tindakan yang merugikan dirinya sendiri.
"Di Pembekelan Akhir Pemberangkapan (PAP) itu ada masalah hukum dan kebudayaan, bahasa, perjanjian kerja," tukas dia. (Amd/Gdn) (Liputan BMI)
-
-
(Liputan6)